Kamis, 16 Februari 2012

Bing Menyalin Hasil Pencarian Google

Bing Menyalin Hasil Pencarian Google??


Ada sebuah novel yang isinya itu menceritakan bahwa sebetulnya Bing menyalin hasil pencarian Google untuk kemudian di masukkan ke dalam database Bing. Novel ini ditulis oleh Search Engine Land’s Danny Sullivan, kisah ini di ambil dari peristiwa perangkap honeypot milik Google yang telah menangkap Bing ketika menyalin hasil pencarian dari google. Sejak saat itu kedua perusahaan yakni Bing dan Google  berperang di depan publik saling menuduh dan menyangkal, dengan cara memposting tuduhan dan sangkalan tersebut di blog, di twiter, dan di mana mana. Tapi masih ada hal yang patut di tanyakan. Apa yang terjadi sekarang??

Bahkan apabila microsoft tidak sengaja menyalin bagaimana mungkin hasil pencarian bing itu bisa sama persis dengan google?

 

 

Pembelaan Microsoft?

 

Microsoft mengklaim bahwa hasil pencarian pada bing  itu di ambil dari data orang-orang yang melakukan pencarian di situs google menggunakan Internet Explorer dan Toolbar Bing. Dan data-data ini sebetulnya 1000 x berbeda dan juga berbeda dari sisi algoritmanya. Jadi sebetulnya  Bing tidak secara langsung menyalin hasil pencarian dari mesin Google.

 

Dari sinilah kemudian google akhirnya melakukan inovasi-inovasi yang dapat membedakan hasil pencarian Bing dan Google. Pihak Google mengatakan bahwa akan mencoba untuk mengurangi kemampuan bing untuk menyalin hasil pencarian Google.

 

Langkah Google Selanjutnya?

 

Dari sini terlihat bahwa google memiliki dua langkah yang sangat mungkin dilakukan pada saat ini. Pertama google secara otomatis akan memberikan hasil pencarian yang buruk ketika seorang pencari menggunakan toolbar bing, hal ini digunakan pastinya untuk menjatuhkan ejaan bing. Sehingga menjadikan bing susah untuk mengambil data pencarian karena mencari menggunakan toolbar bing di situs google sangat buruk. Opsi yang kedua, Google mengatakan akan lebih fokus untuk memperbaiki data pencarian, mengekstrak metadata, perbaikan query seperti pencarian hasil lokal dan saran pencarian, kemudian lebih merelevankan iklan yang ada.

Lau sang insinyur Google mengatakan Google tidak akan hilang meskipun Bing membajak hasilnya. Setelah musim panas tahun 2010, google mengatakan bahwa bing melakukan desain pencarian dengan query yang salah eja, ini menjelaskan bahwa Google memang memahami teknologi web jauh lebih baik dari pada bing.

 

Sumber: http://www.readwriteweb.com/archives/so_bings_copying_off_google_what_now.php

Bing Menyalin Hasil Pencarian Google

 

 

http://www.stisitelkom.ac.id

http://hilfan.blog.stisitelkom.ac.id

Ramuan ajaib jadi kaya

Ramuan ajaib jadi kaya


Masukkan sejumput do’a disertai rencana kerja yang matang, tuangkan air pengetahuan, seduh di atas api motivasi yang membara, lalu aduk dengan kerja keras.

 

Pisahkan kotoran riya dan sombong dengan saringan ikhlas. Tuangkan ke dalam gelas qanaah yang dijamin tidak tumpah mubazir dan tidak bocor karena boros.

 

Minum pelan-pelan karena tak ada yang namanya kaya dengan instan. Bagikan ramuan ini kepada teman, karena ramuan ini baru bekerja jika diiringi dengan sedekah.

 

 

merisa: Ramuan ajaib jadi kaya

Ramuan ajaib jadi kaya

 

 

http://www.stisitelkom.ac.id

http://hilfan.blog.stisitelkom.ac.id

Cloud a haven for cybercriminals

Cloud a haven for cybercriminals





The affordability and increasing popularity of cloud services are providing a new avenue for cybercriminals, say industry observers who note that service providers play a role in curbing such illegal activities. However, they warn that doing so will not be an easy task.

A security researcher last month warned that cloud services can be exploited for criminal purposes. At the Black Hat security conference, Thomas Roth said he was planning to release an open source kit which will enable users to crack Wi-Fi passwords by leveraging the computing power of the Amazon Web Services (AWS) cloud running on GPU-based servers.

There are other similar tools that use leasable cloud services to crack Wi-Fi security authentication mechanisms, such as Wi-Fi Protected Access (WPA), using the cloud infrastructure's processor cluster to run dictionary attacks.

According to security players, the accessibility of such tools is not uncommon.

In an e-mail interview, Ronnie Ng, manager of systems engineering at Symantec Singapore, pointed to a 2009 blog post which noted that a Web site was purportedly selling automated Wi-Fi Protected Access (WPA) password crackers that used cloud computing technology.

The site allowed anyone to "pay a token sum of US$34 to rent time on a large 400-node computer cluster and check over 135,000,000 potential passwords against a targeted victim in just 20 minutes". The Symantec blogger noted that even without technical knowledge, a malicious attacker would be able to obtain and use the password for illegal means such as to spy on the victim's network.

Magnus Kalkuhl, director of Kaspersky Labs's Europe global research and analysis team, also noted that cloud infrastructure has been misused for hosting malware. He told ZDNet Asia in an e-mail that there have been instances in the past where Amazon Elastic Compute Cloud (Amazon EC2) was used as malware hosting platforms, including a recent instance in which a trojan was spread using Rapidshare.

Kalkuhl noted that, in fact, certain malware "for years" have already been running on their own cloud. "Actually all DDoS (distributed denial-of-service) attacks and spamming services offered by cybercriminals are based on a cloud architecture, [which is] their own botnets made of thousands or even millions of infected PCs."

In an e-mail interview, Paul Ducklin, head of technology for Sophos Asia-Pacific, added: "Almost anything you can do in the way of cybercrime on a standalone PC can be achieved through the cloud."

In fact, he noted that cloud-based services such as social networks can make cybercrime easier.

Spams and scams can spread on Facebook, for instance, without ever raising an alarm on the user's PC, Ducklin explained, noting that the benefit of distributing content automatically from many users to many users over social networks can work to the advantage of cybercriminals.

 

Responsibility on service providers

With more users moving onto the cloud platform, Ng cautioned that criminal activities on the cloud will rise.

"The cloud's growing popularity will increase the risk of [users] being targeted by cybercriminals," he said. He noted that the onus is on cloud service providers to "demonstrate due diligence" in ensuring organizations that lease their services do not engage in malicious activities.

Ducklin concurred: "Why would [businesses] be willing to store [their] data with a cloud provider that also allows cybercrooks and dodgy operators to use its services?"

Citing the case of DDoS attacks related to Wikileaks, he stressed that other users can be affected if a service provider is indiscriminate about whom it provides its services to.

"If your cloud provider services a wide range of businesses, the chance that one of them might become the victim of vigilantes carrying out a DDoS attack is higher," Ducklin said. "You might lose quality of service due to sociopolitical problems suffered by someone else 'in your cloud'."

But while the security players agreed that cloud service providers should be vigilant when providing services, they noted that ensuring total control is not easily achieved.

Kalkuhl said concerns over privacy limit service providers' ability to have complete control.

"Major cloud service providers like Amazon may check outgoing traffic for suspicious patterns such as DDoS attacks against other machines, [as well as instruct] customers who use virtual machines to conduct system penetration tests to inform the service provider in advance.

"However, it is not possible for the providers to scan the content of [network] traffic for keywords or malware signatures, for instance," he explained. "Neither are they allowed to scan or manually check what files are stored in a provided [cloud] environment. Otherwise, people would lose their trust in cloud providers and the whole business model would be put at risk."

 

http://www.zdnetasia.com/cloud-a-haven-for-cybercriminals-62206492.htm?scid=nl_z_ntnd



Cloud a haven for cybercriminals

 

 

http://www.stisitelkom.ac.id

http://hilfan.blog.stisitelkom.ac.id

Tabir Pernikahan

Tabir Pernikahan


Pernikahan akan menyingkap tabir rahasia bahwa suami/istri yang kita nikahi tidak seindah yang diimpikan.

 

 

Istrimu bukanlah semulia Khadijah, setakwa Aisyah, setabah Fatimah, secantik Zulaikha, justru istrimu adalah istri akhir zaman, yang akan melahirkan anak-anak yang shaleh/shalihah dari rahimnya...

 

 

Pernikahan akan menginsyafkan kita akan perlunya iman & taqwa karena memiliki suami tak searif Abu Bakar, seberani Umar bin Khottab, sekaya Usman bin Affan, segagah Ali bin Abu Thalib. Suamimu adalah suami akhir zaman yang insyaAllah akan membimbingmu menempuh jalan yang diridhoi ALLAH..

 

 

Namun senantiasalah berikhtiar, semoga ALLAH menjadikan kita suami/istri seperti mereka... Amin... InsyaALLAH.

Tabir Pernikahan

 

 

http://www.stisitelkom.ac.id

http://hilfan.blog.stisitelkom.ac.id

Mengelola Qalbu Dari Qalbu Menuju Profesionalisme

Mengelola Qalbu: “Dari Qalbu Menuju Profesionalisme”





Turning Your Dreams into Reality

Narasumber: Reza M. Syarief, Syarif Muhtarom & B.S. Wibowo

 

Menggapai Cita-Cita

5 hambatan tidak bisa mencapai cita-cita, we call it FAMES, yaitu:

1. Fear of failures, takut menghadapi kegagalan

2. Against to the possibilities, takut mengambil resiko padahal resiko termasuk kemungkinan. Fight to be the best, ready for the worst

3. Mediocre, kelas 2, sedang-sedang saja, tidak ada keinginan mjd luar biasa

4. (leak of) Enthusiasm/Expression, antusiasme terhadap segala sesuatu kurang

5. Self defense to the change, tidak ingin berpindah dari zona nyaman, tidak menerima adanya perubahan.

 

Kelima hal di atas muaranya hanya satu • the big IF (Andai). Andai saya

punya uang, andai saya pintar, andai saya… dst…

 

Bila kita membayangkan diri kita sebuah Rocket yang ingin melesat tinggi

ke atas maka kita memerlukan Engine (mesin). Apa engine kita?

1. The wisdom of Abu Bakar (Kearifan)

2. The fighting of Umar bin Khattab (Semangat juang)

3. The wealth of Usman bin Affan (Kesejahteraan/Kekayaan)

4. The smart of Ali bin Abi Thalib (Kecerdasan)

 

 

Selain engine yang baik kita memerlukan Fuel (bahan bakar). Apa fuel kita?

Fuel kita adalah The Spirit of Rasulullah SAW, yakni warisan leadership

yang bisa kita tiru:

1. Shiddiq ¯ Moral Credibility }

2. Fathonah ¯ Intelectual Credibility }

3. Amanah ¯ Social Credibility } Karakter Dasar

4. Tabligh ¯ Operational Credibility } Seorang Leader

5. Hikmah ¯ Political Credibility }

 

Hadist: “Setiap kamu adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan diminta

pertanggungjawabannya oleh Allah SWT.”

 

Manusia dan Kecerdasan

Tentu kita ingat target pembangunan yang dicanangkan pemerintah Indonesia, salah satunya adalah membangun manusia Indonesia seutuhnya.

Tetapi dalam implementasinya yang dibangun hanya aspek INTELEKTUAL (IQ) dan FISIK (FQ) saja.

 

Di dalam konsep Islam kita tidak hanya mengenal itu, kita juga mengenal KECERDASAN SPIRITUAL (SQ) dan KECERDASAN EMOSIONAL (EQ) untuk memperoleh KEPRIBADIAN YANG PARIPURNA (UTUH) atau dalam Al-Quran dikenal dengan AL-INSANUL KAMIL. Hasil dari keempat kecerdasan itu adalah:

1. SQ ¯ KERJA IKHLAS }

2. EQ ¯ KERJA MAWAS } KERJA PRESTATIF

3. IQ ¯ KERJA CERDAS }

4. FQ ¯ KERJA KERAS }

 

Hadist: “Orang yang cerdas adalah orang yang mampu mengendalikan diri dan

berorientasi untuk masa depan, terutama masa depan setelah kematian.”

 

Oleh karena itu gapailah cita-cita setinggi-tingginya. Ubah Tantangan (5C: Complexity, Condition, Coward, Change, unCertainty) menjadi Peluang (Opportunity).

 

Allahu Akbar!!

(ditulis dan disarikan oleh Satrio Wahyudi)

Ringkasan Kajian Rabu, Training MQ & Acara Life Excellence ANTEVE - PT. PJB

 

http://www.ocidbrass.com/2009/01/mengelola-qalbu-dari-qalbu-menuju.html



Mengelola Qalbu Dari Qalbu Menuju Profesionalisme

 

 

http://www.stisitelkom.ac.id

http://hilfan.blog.stisitelkom.ac.id

Ulil Fatwa dan Ahmadiyah

Ulil, Fatwa dan Ahmadiyah


Mantan koordinator Jaringan Islam Liberal (JIL), Ulil Abshar Abdalla, yang kini ‘nyantri’ di Harvard University, AS menulis “Hukum, Fatwa, dan Ahmadiyah” (Tempo, 12 April 2008) menyangkut kasus Ahmadiyah yang terus menghangat. Lewat tulisannya itu Ulil menyatakan beberapa hal penting yang perlu dicermati.

 

Pertama, tentang “hukum dan fatwa”. Menurut Ulil, fatwa “tidak mengikat”. Di sini dia ingin ‘membatalkan’ fatwa MUI tentang kesesatan sekte Ahmadiyah. Menurutnya: “Karena itu, fatwa Majelis Ulama Indonesia tentang sesatnya sekte Ahmadiyah adalah urusan rumah tangga umat Islam sendiri. Negara sama sekali tak diikat oleh hukum itu. Jika sekelompok tertentu dalam umat Islam beranggapan bahwa sekte A adalah sesat berdasarkan parameter doktrinal yang mereka anut, hak itu ada sepenuhnya pada mereka. Tugas pemerintah bukan ikut-ikutan menyokong pendapat kelompok itu untuk memberangus keberadaan kelompok lain.”

 

Ulil tampak gusar dan khawatir dengan fatwa MUI ini. Dia juga ketakutan pemerintah akan mendukung sepenuhnya fatwa MUI itu. Apa yang dilakukan MUI adalah benar, dan itu diakui oleh Ulil. Dia menganggap bahwa fatwa MUI adalah “urusan rumah tangga umat Islam”. Artinya, fatwa ini dibenarkan oleh Ulil. Ulil sangat berlebihan jika sampai khawatir pemerintah mendukung fatwa itu. Sejak awal, Ahmadiyah memang bak ‘duri dalam daging’. Gerakannya bak ‘api dalam sekam’. Terakhir adalah kasus berkelitnya Ahmadiyah, dari 12 butir kesepakatan yang ada.

 

Jamak diketahui, bahwa gerbang besar masuk ke dalam Islam adalah dua pengakuan sakral (syahadatain): Allah sebagai satu-satunya sesembahan (al-Ilah) dan Muhamma s.a.w. adalah utusan Allah (Rasulullah). Jika ada yang menyimpang dari syahadat ini, maka dia bukan Islam. Oleh karenanya, Ahmadiyah adalah “di luar Islam”. Jika Ahmadiyah ingin dianggap sebagai “agama” (bukan hanya di Indonesia) cukan dengan membuat nama agama khusus. Ahmadiyah tidak harus ‘mencatut’ nama Islam, karena itu justru menghancurkan Islam dari dalam.

Tampaknya Ulil keliru besar jika mendukung adanya Ahmadiyah di Indonesia.

 

 

Kedua, masalah kesesatan. Ulil memandang bahwa sesat tidaknya satu aliran (sekte) adalah hal yang relatif. Merupakan hal yang mafhum bahwa doktrin liberalisme pemikiran adalah ikon “relativisme”. Tujuan Ulil sudah dapat ditebak. Dia menginginkan agar Ahmadiyah tidak dicap sesat. Karena bisa jadi Ahmadiyah menganggap dirinya “tidak sesat”. Yang menganggap sesat justru sekte-sekte di luar Ahmadiyah. Untuk itu, Ulil perlu menguatkan pendapatnya dengan dua argumentasi: “Pertama, sesat-tidaknya sebuah sekte biasanya bersifat relatif; tentu sekte tertentu sesat dalam pandangan sekte yang lain. Ia belum tentu sesat di mata umat dalam agama bersangkutan. Setiap tindakan menyesatkan biasanya mengandung elemen politis, yakni kehendak sekte tertentu untuk menggusur pengaruh sekte lain yang dianggap sebagai pesaing.

 

Kedua, kalaupun sekte tertentu dianggap sesat dalam sebuah agama, ia bisa saja kehilangan “ruang hidup” sebagai warga agama melalui proses ekskomunikasi, misalnya. Tapi ia tak kehilangan ruang hidup sama sekali sebagai warga negara. Hukum melindungi ruang hidup untuk semua warga Negara tanpa melihat ikatan sektarian. Karena itu, kebebasan beragama dan keyakinan berlaku tanpa pandang bulu. Fatwa penyesatan hanya sebatas menutup ruang hidup warga agama, tapi bukan warga negara.”

 

Ulil menginginkan bahwa walaupun Ahmadiyah dianggap sesat, tidak berarti harus kehilangan jadi diri mereka sebagai WNI (Warga Nasional Indonesia). Yang jelas, tugas MUI sudah benar. Masalah pemerintah mau mendukung atau tidak, itu berpulang kepada kebijakan pemerintah itu sendiri. Saya melihat, ada semacam gerakan untuk mendukung kesesatan di Indonesia. Dan itu nyata di depan mata. Wallahu a‘lamu bi al-shawab. [Q]

 

Medan, 24 April 2008

 

From: Qosim Nursheha Dzulhadi <qosim_deedat></qosim_deedat>

Subject: [INSISTS] Ulil, Fatwa dan Ahmadiyah

 

http://musliminsuffer.wordpress.com/author/musliminsuffer/page/156/

Ulil Fatwa dan Ahmadiyah

 

 

http://www.stisitelkom.ac.id

http://hilfan.blog.stisitelkom.ac.id

Mengidap Pluralisme Agama Pertanda Rusak Akalnya

Mengidap Pluralisme Agama Pertanda Rusak Akalnya


Untuk membuktikan bahwa faham pluralisme agama itu sangat beda dengan Islam, mari kita ajukan pertanyaan-pertanyaan dan jawaban-jawabannya. Agar lebih mudah maka diilustrasikan dengan tiga orang:

  1. Penguji.

  2. Muslim anti pluralisme agama.

  3. Tokoh pluralisme agama.


Pertanyaan 1.

Penguji: Apakah orang muslim yang pemahamannya benar sesuai Al-Qur’an dan As-Sunnah itu sesembahannya hanya Allah?

Jawab Muslim: Ya.

Jawab Tokoh Pluralisme: Ya.

Penguji: Apakah orang kafir dan musyrik sesembahannya hanya Allah?

Jawab Muslim: Tidak.

Jawab tokoh liberal: Tidak. (Karena kalau sesembahannya hanya Alah berarti tidak musyrik).

Penguji: kalau demikian, samakah antara orang Muslim dengan orang kafir dan musyrik; dan apa dalilnya dalam hal sesembahan ini.

Jawab Muslim: tidak sama. Dalilnya:

قُلْ يَاأَيُّهَا الْكَافِرُونَ(1)لاَ أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ(2)وَلاَ أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ(3)وَلاَ أَنَا عَابِدٌ مَا عَبَدْتُمْ(4)وَلاَ أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ(5)لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ(6)

1. Katakanlah: “Hai orang-orang kafir,

2. Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah.

3. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang Aku sembah.

4. Dan Aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah,

5. Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang Aku sembah.

6. Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku.” (QS Al-Kafirun: 1-6).

Jawab tokoh pluralisme agama: Sama saja, muslim dan kafir ataupun musyrik semuanya sama. Soalnya yang mengetahui benar dan tidaknya itu bukan kita tetapi hanya Allah. Kita tidak boleh mengklaim kebenaran itu.

Sahut penguji: Bodoh kamu. Tadi kamu ditanya, apakah orang Muslim yang benar sesuai Al-Qur’an dan As-Sunnah, sesembahannya hanya Allah, kamu jawab: ya. Kemudian ditanya, apakah orang kafir dan musyrik sesembahannya hanya Allah, kamu jawab tidak. Kok sekarang kamu samakan, yang ya dengan yang tidak?! Apakah ya itu sama dengan tidak? Benar-benar telah rusak akalmu.

 

Pertanyaan 2:

Penguji: Samakah orang yang sholat dengan orang yang tidak sholat, dan apa dalilnya.

Muslim: Tidak sama. Yang memelihara sholatnya maka kelak masuk surga, sedang yang tidak sholat masuk neraka. Dalilnya:

وَالَّذِينَ هُمْ عَلَى صَلَوَاتِهِمْ يُحَافِظُونَ(9)أُولَئِكَ هُمُ الْوَارِثُونَ(10)الَّذِينَ يَرِثُونَ الْفِرْدَوْسَ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ(11)

dan orang-orang yang memelihara sembahyangnya. Mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi,(ya`ni) yang akan mewarisi surga Firdaus. Mereka kekal di dalamnya. (QS Al-Mu’minun: 9, 10, 11).

Sebaliknya, orang yang tidak sholat masuk neraka:

مَا سَلَكَكُمْ فِي سَقَرَ(42)

Apakah yang memasukkan kamu ke dalam Saqar (neraka)?

 

قَالُوا لَمْ نَكُ مِنَ الْمُصَلِّينَ(43)

Mereka menjawab: “Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat, (Qs Al-Muddatstsir: 42, 43).

Jawab tokoh pluralisme agama: Sama. Orang yang sholat dan yang tidak sholat sama. Karena yang tahu kebenaran itu hanya Allah. Para ulama juga tidak tahu kebenaran, makanya ketika menafsirkan Al-Qur’an diakhiri dengan kalimat Allahu a’lam.

Penguji: Bodoh kamu. Anak SD (sekolah dasar) saja tahu, dan dapat membedakan antara orang yang sholat dan tidak sholat. Lha kamu sudah jadi professor, sekaligus tokoh pluralisme agama malahan tidak dapat membedakannya. Lebih memalukan lagi, tidak dapat membedakan pula ungkapan pendek dalam bahasa Arab, yang disebut isim tafdhil (tingkatan lebih). Dalam hal mengetahui kebenaran, para ulama itu tahu, ketika ayatnya jelas, ya ulama tahu. Kemudian ungkapan Allahu a’lam itu artinya Allah yang lebih tahu. Jadi bukan berarti ulama tidak tahu, tetapi ulama tahu, namun Allah lebih tahu. Itu maksud lafal Allahu a’lam. Baru tentang lafal Allahu a’lam saja tidak tahu maksudnya, tetapi berani menetapkan hukum yang sangat bertentangan dengan Islam: Muslim disamakan dengan kafir dan musyrik; lalu orang yang menjaga sholatnya disamakan dengan yang tidak sholat. Ini namanya tidak tahu namun sok tahu, bahkan ketidak tahuannya itu untuk menghukumi perkara yang sangat-sangat besar! Benar-benar bodoh!

 

(Kejadian mirip ini benar-benar terjadi antara Ustadz Toharo pemimpin Ma’had As-Sunnah di Cirebon Jawa Barat dengan tokoh pluralisme agama seorang professor dari STAIN (IAIN?) Cirebon menjelang Ramadhan tahun lalu dalam acara bedah buku dikota itu. Akibatnya sebagian dari mahasiswa perguruan tinggi Islam negeri itu ada yang sadar dan mengikuti pengajian yang merujuk kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah dengan pemahaman salafus sholih). (Hartono Ahmad Jaiz)

 

http://www.nahimunkar.com/mengidap-pluralisme-agama/#more-51

Mengidap Pluralisme Agama Pertanda Rusak Akalnya

 

 

http://www.stisitelkom.ac.id

http://hilfan.blog.stisitelkom.ac.id