Kamis, 16 Februari 2012

Surat terbuka kepada para pendidik bidang TI Indonesia ( by I Made Wiryana )

Surat terbuka kepada para pendidik bidang TI Indonesia ( by I Made Wiryana )


Rekan-rekan pengajar yang saya hormati, tanpa terasa teknologi informasi (TI) telah masuk ke dalam kehidupan sehari-hari. Internet, spreadsheet, wordprocessor, database telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Tidak hanya bagi mereka yang berkecimpung dalam bidang komputer, teknik, perbankan atau sains, tapi juga telah melebar ke bidang lainnya. Komputer dan teknologi informasi telah sampai pada taraf pervasif, yang telah begitu menjadi satu dalam proses belajar dan mengajar sehari-hari. Dari menulis laporan, perangkat analisis, hingga ke pelaksanaan percobaan Sebagai pengajar, selama ini kita telah berusaha sekuat tenaga untuk sedapat mungkin mengajarkan teknologi ini kepada anak didik kita, baik dari segi teoritis maupun aplikasinya. Perkembangan teknologi yang cepat ini tanpa terasa telah memojokkan kita untuk mengajarkan produk teknologi informasi ini secara cepat-kilat dan terkadang cenderung potong kompas. Dorongan untuk mengikuti perubahan teknologi ini menjadikan kita cenderung memberikan pengetahuan dengan bersandar pada aplikasi-aplikasi yang populer belaka. Popularitas suatu perangkat lunak yang sering kali dibentuk oleh strategi dan proses marketing yang jitu, sering menjadi dasar pemilihan perangkat lunak pendukung materi pengajaran. Kita kurang melihat pada kesesuaian perangkat lunak terhadap materi pengajaran, juga sering kita mengabaikan dasar teknologi yang melandasinya. Bahkan terkadang kita melupakan tujuan dari pendidikan itu sendiri. Secara sadar atau tidak sadar dan sengaja atau tidak sengaja, demi mengatas-namakan mengejar ketinggalan teknologi, kita telah mengabaikan etika yang seharusnya kita junjung tinggi dalam lingkungan akademis ini. Tanpa sadar kita mengajarkan pengetahuan teknologi informasi ini dengan mengabaikan hak cipta si pembuat perangkat lunak. Sebagian besar perangkat lunak yang kita gunakan adalah “bajakan” (sengaja saya beri tanda kutip, karena secara hukum tidak bisa dikatakan bajakan karena banyak institusi telah membeli satu lisensi perangkat lunak, tapi secara etis adalah bajakan karena banyak mahasiswa yang mengkopinya secara sadar). Tanpa sadar secara perlahan kita memberikan justifikasi keabsahan penggunaan perangkat komersial bajakan. Hal ini disebabkan proses pengkopian tersebut dilakukan terhadap program komersial, bukan ke suatu program yang bersifat Open Source. Memang kita bisa beralasan dengan menyatakan bahwa situasi pada saat itulah yang mendorong dan memaksa kita melakukan hal itu. Keterbatasan arus informasi menjadikan seakan-akan kita tidak memiliki pilihan lain yang lebih aplikabel. Harga perangkat lunak yang mahal serta lajunya perubahan perangkat lunak dan trend yang ada. Itikad baik kita untuk mengajarkan pada para mahasiswa aplikasi yang terbaru demi mempersiapkan mereka terjun ke lapangan pekerjaan juga mendorong kita untuk melakukannya. Sekarang adalah saat yang tepat untuk kita renungkan satu per satu. Apakah ada langkah alternatif lainnya yang mencegah kita melakukan pilihan yang sama ? Situasi perekenomian yang sulit dan perkembangan teknologi informasi yang cepat mengharuskan kita memikirkan dengan lebih jernih, seksama, strategis dan taktis, tanpa mengabaikan etika yang ada. Mungkin sekitar 1993-an kita masih bisa berlindung di balik alasan ketersediaan perangkat lunak yang minim di Indonesia. Jangankan program Open Source yang gratis, pilihan program komersial yang tersedi sangat terbatas sekali. Free Software Foundation, Linux, FreeBSD, GNU masihlah sangat jarang terdengar dan gaungnya nyaris tak terdengar di Indonesia. Pada saat ini, hampirs setiap majalah komputer dan bisnis telah membahas Linux dan trend Open Source ini (majalah komputer dan bisnis di Indonesia yang masih jarang sekali memasukkannya ke dalam bahasannya, mungkin hanya Elektro, dan Infokomputer yang pernah sekilas membahasnya). Walau begitu gaungnya tetap belum terdengar keras di Indonesia. Terbukanya arus informasi via Internet seharusnya menjadikan kita menoleh kepada pilihan yang ini. Tetapi sepertinya kita kembali menjadi penonton yang ketinggalan jaman lagi seperti yang sudah-sudah. Haruskah kita mengulangi kesalahan yang sama ini? Semua itu berpulang pada kita sebagai pengajar. Akankah kita tetap mengajarkan teknologi informasi kepada para anak didik kita, dengan menggunakan perangkat lunak “bajakan” atau komersial yang mahal, atau memilih menggunakan perangkat lunak Open Source, yang murah atau bahkan gratis. yang tersedia source code, yang memungkinkan untuk dianalisis, dan dikembangkan sesuai dengan kebutuhan kita ? Mari kita lihat kekurang-tepatan apa lagi yang telah kita lakukan selama ini tanpa sengaja. Dengan hanya mempelajari perangkat lunak yang “jadi dan tertutup” bahkan yang “legalitasnya dipertanyakan”, kita menempatkan anak didik kita berada pada posisi benar-benar sebagai end-user. Mereka siap menjadi seorang konsumer yang selalu hanya bisa menerima perubahan perangkat lunak dan selalu mengikuti popularitas model. Penyakit “up-grade syndrom” makin melanda kepada konsumer teknologi informasi. Bukannya sebagai pengguna yang bijaksana memilih perangkat lunak atau pengembang perangkat lunak. Sehingga mereka harus selalu belajar hal yang baru setiap kali terjadi perubahan versi perangkat lunak yang baru. Ini merepotkan juga bagi kita para pengajar dan juga mereka yang mempelajarinya. Selain itu setelah mereka selesai mempelajari suatu penggunaan perangkat lunak, perangkat lunak tersebut telah menjadi “out of date”. Oleh karena itu kita harus “back to basic” kita harus menggunakan perangkat lunak yang memiliki perkembangan yang konsisten dan bersifat evolusi. Dengan kata lain si siswa dapat melihat bahwa si perangkat lunak itu memang terbentuk dari perangkat lunak yang ada sebelumnya, sehingga apa yang telah dipelajari sebelumnya menjadi tidak sia-sia. Di samping itu, perangkat lunak yang kita gunakan untuk mengajarkan teknologi informasi seharusnya mampu memberikan landasan pengetahuan yang baik. Sehingga mendorong anak didik kita dapat lebih bijaksana dan tepat dalam memanfaatkan teknologi informasi. Dari sisi etika pun, kita telah mengajarkan sesuatu yang kurang tepat. Memang secara hukum kita pada saat itu tidak bisa dibilang salah karena Indonesia belum terikat Konvensi Wina. Tetapi secara etis hal tersebut tidak bisa dibenarkan. Mari kita renungkan bersama kembali, etis kah kita melakukan peng-kopian suatu perangkat lunak komersial ? Secara perlahan, kebiasaan menggunakan aplikasi komersial yang tertutup itu menjadikan para anak didik kurang memiliki intuisi sebagai developer. Mereka hanya benar-benar sebagai pengguna suatu kotak hitam yang bernama program aplikasi. Daripada mengembangkan aplikasi yang sesuai kebutuhan mereka, mereka cenderung untuk mengcopy program yang telah ada. Hal ini terbawa terus ketika mereka masuk dalam lingkungan kerja. Sehingga ketika mereka bekerja, mereka menjadi “big spender” yaitu cenderung membeli program jadi komersial. Secara tidak sengaja, mereka menambah beban perekonomian nasional. Di era reformasi ini, tampaknya kita juga harus mereformasi cara pandang kita terhadap penggunaan perangkat lunak. Kebiasaan menggunakan perangkat lunak jadi telah menjadikan suatu ketergantungan terhadap suatu produk jadi. Bukankah menggunakan perangkat lunak ilegal adalah salah satu bentuk “korupsi” pula ? Haruskah kita membiarkan para mahasiswa kita berteriak anti korupsi tapi di saat yang sama melakukan korupsi pula dengan cara menggunakan perangkat lunak bajakan ? Haruskah kita membiarkan mereka terjebak ke dalam situasi ini, hanya karena kebiasaan dan ketidak-perdulian ? Rekan-rekan pengajar, kesempatan menjadi “trend setter” kini berada pada kita, pilihan terbuka di depan mata. Haruskah kita mengulangi kesalahan yang pernah kita lakukan di hari-hari yang lalu. Hanya sekedar menjadi pengekor yang mengikuti keinginan pasar. Sekarang adalah saat yang tepat untuk menunjukkan kemampuan kita. Saat yang tepat untuk membentuk pasar yang siap diantisipasi oleh para mahasiswa kita nantinya. Saat yang tepat untuk mengembangkan kemampuan tenaga teknologi informasi lokal, dan saat yang tepat untuk menangguk devisa negara melalui teknologi informasi. Open Source ini membuka kesempatan kepada kita dan para mahasiswa untuk menjadi pembuat perangkat lunak, atau menyediakan jasa yang berkaitan dengan teknologi informasi. Solusi-solusi lokal akan dapat diwujudkan, Value Added Reseller menjadi lebih terbuka. Internet menjadikan semua jaringan relatif terikat menjadi satu. Kemampuan tenaga TI lokal akan memungkinkan terbukanya kesempatan kerja di manca negara. India dan China telah menjadi penyedia tenaga kerja TI yang cukup sukses. Haruskah kita tertinggal kembali ? Dengan trend Open Source ini kita para pengajar dapat secara aktif membantu para mahasisswa. Kita dapat aktif membantu membuat dokumen pembantu, misal HOW-TO, Frequently Asked Question (FAQ) atau manual. Juga secara aktif kita dapat menyebarkan pengetahuan tentang program Open Source, seperti LINUX dan lainnya melalui kesempatan di kelas ataupun kegiatan akademis dan non akademis lainnya. Bahkan bila perlu kita dapat melaksanaan kuliah umum, seminar ataupun pameran untuk memperkenalkan Open Source ini kepada para mahasiswa kita. Ketersediaan beragam aplikasi dalam lingkungan OpenSource, yang memungkinkan pula untuk kita gunakan dalam proses belajar-mengajar, tidak hanya dalam mata kuliah komputer, tapi juga mata kuliah lainnya, seperti biologi, kimia, akuntansi, linguistik, psikologi dan sebagainya. Kita dapat mendorong para mahasiswa untuk tertarik dan terlibat untuk memanfaatkan dan mengembangkan Open Source, dan GNU/Linux ini. Secara perlahan-lahan, para mahasiswa diharapkan nantinya akan berkembang menjadi developer yang handal, yang berfungsi tidak hanya sebagai end-user yang hanya mengerti menggunakan sebuah kotak hitam saja. Mereka yang tidak tertarik bekerja sebagai developer pun dengan kebiasaan memakai program dalam lingkungan Open Source ini akan terbiasa menjaga “etika kerja” dalam pemrograman. Secara tidak sadar kita telah memulai suatu evolusi pola pikir dan pola pandang. Suatu kemajuan akan tercapai secara perlahan. Semua jenis aplikasi yang ada di platform yang biasa kita populer digunakan pada saat ini, tersedia padanannya di lingkungan Open Source. Bahkan beberapa aplikasi yang ada di lingkungan Open Source tidak ada di lingkungan yang kini populer digunakan. Keterbatasan program aplikasi bukanlah suatu alasan yang cocok untuk menghalangi kita menoleh kepada penggunaan program jenis Open Source ini. Semua program Open Source terbuka programnya sehingga membuka kesempatan bagi kita untuk menyesuakian dengan kebutuhan kita. Rasanya kurang pantas dan bahkan terkesan janggal, bila kita sebagai para pengajar bidang teknologi informasi menjadi tertinggal dengan para mahasiswa yang mulai menyukai konsep Open Source seperti Linux dan program GNU lainnya. Bukankah seharusnya kita menjadi tempat bertanya bagi mereka, dan rekan diskusi bagi para mahasiswa kita. Janganlah kita menjadi tertinggal dan hanya bisa menghindar ketika mereka bertanya tentang Linux dan program Open Source lainnya. Trend yang menyegarkan ini sudah mulai melanda para mahasiswa Indonesia, dengan makin digunakannya Internet. Tidak saja bagi para mahasiswa bidang teknologi informasi, bahkan juga bidang-bidang lainnya kini telah mengenal Linux dan GPL nya. Sudah pada tempatnya bila kita juga turut serta aktif mengembangkan trend yang sesuai dengan lingkungan pendidikan ini. Para mahasiswa dan para pengguna Linux lainnya telah membentuk Kelompok Pengguna Linux sebagai ajang saling berdiskusi dan belajar. Bukankah akan sangat baik sekali bila kita turut terjun dalam kegiatan yang menggairahkan ini ? Dukungan para pendidik sangat diharapkan demi kegiatan ini. Akhir kata saya hanya ingin mengajak rekan-rekan sesama pendidik bidang teknologi informasi dan bidang lainnya pula, untuk melihat jalur alternatif ini dalam menyampaikan materi pelajaran yang kita berikan bagi anak didik kita dan dalam membentuk pola pikir para mahasiswa. Sekali lagi mari kita renungkan sebelum kita tentukan langkah di pada masa mendatang dengan tepat. Selamat bertugas, jalan masih panjang. I Made Wiryana mwiryana@rvs.uni-bielefeld.de

Surat terbuka kepada para pendidik bidang TI Indonesia ( by I Made Wiryana )

 

 

http://www.stisitelkom.ac.id

http://hilfan.blog.stisitelkom.ac.id

Tips Memilih Hosting

Tips Memilih Hosting





Tips Memilih Hosting

 

Memilih web hosting sepintas memang mudah, tentunya anda harus hati-hati dalam memilih provider web hosting.

Banyak web hosting yang menawarkan fasilitas nyaris tidak terbatas dan harga yang amat murah bahkan sampai ratusan Gigabyte space, sesungguhnya hal ini tidak baik bagi situs anda karena ada keterbatasan dikarenakan infrastruktur server dan jaringan data center itu sendiri, server yang diisi dengan banyak situs yang bertraffic tinggi akan mengakibatkan beban server meningkat, akibatnya situs anda sulit sekali diakses atau sering down.



Tips Memilih Hosting

 

 

http://www.stisitelkom.ac.id

http://hilfan.blog.stisitelkom.ac.id

Strategi Marketing

Strategi Marketing





ada 5 strategi terkait market:

- low cost strategic,

- operation excellence strategic,

- lock in strategic,

- custumer intimation strategic,

- product leadership.

 

setiap strategi untuk market yg berbeda. kalau harga jadi sensitif, maka yg diterapkan low cost strategic...........

 

contohnya: bus way di jkt, operation excellence contohnya: taxi blue bird, lock in strategic contohnya: produk otomotif, customer intimation contohnya: hotel bintang 5, product leadership contohnya: microsoft, nokia.



Strategi Marketing

 

 

http://www.stisitelkom.ac.id

http://hilfan.blog.stisitelkom.ac.id

Pengambilan Nama dan artinya Davian Sammy Alfarizqi bin Hilfan Soeltansyah

Pengambilan Nama dan artinya Davian Sammy Alfarizqi bin Hilfan Soeltansyah


Davian Sammy Alfarizki lahir di bulan November tahun 2010 tanggal 11, jam 15:22 di Rumah Bersalin Harapan Bunda Margahayu Raya, atas bantuan Bidan dan kehendak Allah SWT.

 

Allah hendak memuliakan Wira Widya Pratamaningtiyas (ibunda dari Davian Sammy Alfarizqi dan istri dari hilfan Soeltansyah) dengan memberi cobaan pecah ketuban pada jam 03:30 dini hari, dan memberinya mulas bukaan 1 hingga jam 10:30.

 

Allah hendak menghapus dosa-dosa Wira Widya Pratamaningtiyas dengan memberinya perasaan sakitnya mulas yang hebat setelah diberi induksi dari jam 10:30 hingga jam 14:00 baru terjadi bukaan 4.

 

Allah hendak memberi cobaan sabar kepada Wira Widya Pratamaningtiyas setelah jam 14:30 belum ada tanda-tanda bukaan lubang lahir bertambah (masih 4), alhamdulillah Wira Widya Pratamaningtiyas masih optimis bisa lahir normal (tidak berputus asa untuk caesar) dan ikhlas menerima apapun yang bakal terjadi, sehingga jam 14:30 selanjutnya bukaan bertambah diiringi kontraksi yang dahsyat...

 

Dan akhirnya Allah memberikan hadiah Bahwa Surga ditelapak kaki Ibu Wira Widya Pratamaningtiyas atas putera yang dilahirkannya.

 

 

Nama ini diperoleh setelah 4 hari kelahiran anakku.

 

 

Davian

 

Davian : Pemimpin yang adli

 

 

Sammy

 

Sammy : Penuh Kasih Sayang

 

 

Alfarizqi

 

Alfarizqi : Dilimpahkan dalam Rezeki

 

 

 

Arti secara kalimat: Pemimpin yang adil dan penuh kasih sayang yang dilimpahkan rezeki.

 

Harapan dan doa bagi anakku Davia Sammy Alfarizqi bin Hilfan Soeltansyah

 

" Ya Allah, semoga  anakku bisa menjadi pemimpin agama Islam yang dapat menegakkan agama Islam dengan Adil (Sesuai Alquran dan Sunnah) dan penuh kasih sayang dalam mengajarkan dan menyebarkannya, semoga dia selalu dilimpahkan rezeki dalam menjalani kehidupannya, agar dia bisa fokus membela agama Allah."

 

Amin ya Allah, kabulkanlah doaku.....

Pengambilan Nama dan artinya Davian Sammy Alfarizqi bin Hilfan Soeltansyah

 

 

http://www.stisitelkom.ac.id

http://hilfan.blog.stisitelkom.ac.id

Kenali Gaya Kerja Anda

Kenali Gaya Kerja Anda


Oleh: AnneAhira.com Content Team

 

Di tempat kerja, hubungan dengan lingkungan sedikit banyak berpengaruh terhadap prestasi kerja. Hubungan dengan lingkungan dipengaruhi dengan bagaimana bentuk interaksi ketika menyelesaikan pekerjaan, maupun hal yang terkait dengan persoalan di luar pekerja.

Bentuk interaksi ketika menyelesaikan pekerjaan dengan atasan, rekan kerja maupun bawahan dikenal dengan istilah gaya kerja.

 

Gaya kerja dibedakan menjadi 5 tipe yaitu commanding, marginal, indifferent, humanistic dan enlighting.

Seseorang dapat mengetahui kecenderungan gaya kerja yang dominan melalui kuesioner sebagai alat ukur. Dengan mengetahui gaya kerja, seseorang dapat menggunakan kelebihan dan memperbaiki kelemahan.

Commanding

 

Gaya kerja commanding atau dikenal juga dengan gaya kerja memerintah. Gaya kerja ini berorientasi pada kekuasaan. Hubungan kerja didasarkan pada pola atasan dan bawahan.

Orang dengan gaya kerja ini cenderung merasa benar sendiri. Gaya kerja ini biasanya diperlukan pada saat keadaan kritis yang memerlukan pengambilan keputusan secara cepat.

 

Marginal

Gaya kerja marginal berorientasi pada aturan yang harus dipatuhi dan perintah dari atasan. Orang dengan gaya kerja ini biasanya hanya mengikuti perintah dan tidak kreatif. Gaya kerja ini diperlukan pada tempat kerja yang memerlukan orang tipe hanya do-er atau pelaksana.

 

Indiffirent

Gaya kerja indifferent atau masa bodoh hanya berorientasi pada tugas sendiri. Seseorang dengan gaya kerja dominan indifferent hanya fokus untuk menyelesaikan kewajibannya tanpa peduli pada keadaan sistem secara keseluruhan.

Gaya kerja ini akan tepat diterapkan pada tempat kerja dengan tipikal pekerjaan tak saling bergantung satu dengan lainnya.

 

Humanistic

Gaya kerja humanistic adalah gaya kerja yang berorientasi pada perasaan. Seseorang dengan gaya kerja ini cenderung untuk menghindari keributan di tempat kerja akibat konflik. Berbeda pendapat adalah sesuatu yang sangat dihindarkan.

Kekurangan dari gaya kerja ini adalah tidak bisanya diambil keputusan secara tegas, apalagi bila waktunya mendesak. Sedangkan kelebihannya adalah membina hubungan yang baik dan kekompakan personil di tempat kerja.

 

Enlighting

Gaya kerja enlighting merupakan gaya kerja yang dipandang paling ideal untuk diterapkan secara umum. Gaya kerja ini berorientasi pada prestasi atau keberhasilan bersama.

Kelebihan gaya kerja ini pada diskusi, proses sharing ide, evaluasi bersama, dan teamwork yang kuat. Gaya kerja ini akan sesuai dengan tipikal pekerjaan yang melibatkan banyak personil dengan peranan sejajar.

Penerapan gaya kerja sangat ditentukan juga oleh tempat kerja dan tipikal pekerjaan. Tidak ada gaya kerja yang paling baik, tetapi hanya ada gaya kerja yang paling sesuai.

Kenali Gaya Kerja Anda

 

 

http://www.stisitelkom.ac.id

http://hilfan.blog.stisitelkom.ac.id

Tenyata nasi berbahaya untuk kesehatan

Tenyata nasi berbahaya untuk kesehatan


Hasil research yang baru saja kami lakukan membuktikan bahwa makan nasi ternyata tidak baik bagi kita.

 

Buktinya :

 

1. Nasi MENYEBABKAN KECANDUAN. Responden kami yang tidak makan nasi selama sehari saja akan kelaparan dan merasa sangat ingin makan nasi lagi.

 

2. SETENGAH dari seluruh siswa Indonesia yang makan nasi nilainya ada di bawah rata-rata kelas.

 

3. HAMPIR 99% KEJAHATAN terjadi dalam waktu kurang dari 24-jam setelah pelakunya mengkonsumsi nasi.

 

4. Suku-suku pada zaman batu yang tidak pernah makan nasi terbukti TIDAK PERNAH mengidap tumor, Alzheimer, osteoporosis, ataupun Parkinson.

 

5. Dokter melarang bayi yang baru lahir untuk makan nasi. Hal ini menjadi bukti bahwa nasi punya dampak berbahaya yang sudah dibuktikan oleh ilmu kedokteran.

 

6. Nasi yang kering biasa dimakan oleh ayam. Nah, sekarang anda perlu curiga dari mana flu burung berasal.

 

7. Jumlah pemakan nasi di Indonesia jauh lebih banyak dibandingkan dengan jumlah pemakan nasi di negara maju. Ini mungkin salah satu penyebab keterbelakangan pada negara ini.

 

8. Di warung-warung, biasanya KULI makan nasi dalam jumlah lebih banyak daripada kaum eksekutif. Hal ini membuktikan jika makan nasi MENURUNKAN kemampuan ekonomi seseorang. [ no offence ]

 

9. Makan nasi dapat menyebabkan rasa haus alias MENYERAP air. Padahal tubuh kita sebagian besar terdiri dari air.

 

10. Dalam kondisi tertentu, makan nasi MENINGKATKAN resiko kematian. Misalnya makan nasi sambil menyetir mobil.

 

Semoga Menghibur!!HE…HE…HE…

 

http://www.sekawan-media.com/2010/11/11/tenyata-nasi-berbahaya-untuk-kesehatan.html

Tenyata nasi berbahaya untuk kesehatan

 

 

http://www.stisitelkom.ac.id

http://hilfan.blog.stisitelkom.ac.id

Doktor dari AlAzhar Pajak Hari Ini Bertentangan dengan Islam

Doktor dari Al-Azhar: Pajak Hari Ini Bertentangan dengan Islam


Doktor dari Al-Azhar: Pajak Hari Ini Bertentangan dengan Islam

 

Kembali kami mengangkat masalah pajak untuk memperluasa wawasan kita tentang masalah ini dalam timbangan Islam. Menurut kami tulisan ini begitu sangat penting karena persinggungan kita dengan pajak dalam hampir seluruh kehidupan kita di negeri ini. Artikel ini ditulis oleh DR. Ahmad Zain an-Najah, M.A, (alumni dari perguruan tinggi Islam tertua di dunia, Al-Azhar-Cairo). Artikel dengan judul asli "Hukum Pajak dalam Islam" ini diulas dengan apik, ringkas, dan jelas menjadikan kita mudah untuk memahaminya. Selanjutnya kami ucapkan selamat membaca!!

 

-----------

Definisi Pajak

Pajak menurut istilah kontemporer adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang -sehingga dapat dipaksakan- dengan tiada mendapat balas jasa secara langsung. Pajak dipungut penguasa berdasarkan norma-norma hukum untuk menutup biaya produksi barang-barang dan jasa kolektif untuk mencapai kesejahteraan umum.

Lembaga Pemerintah yang mengelola perpajakan negara di Indonesia adalah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang merupakan salah satu direktorat jenderal yang ada di bawah naungan Departemen Keuangan Republik Indonesia. (Wikipedia.org)

 

Dalam ajaran Islam pajak sering diistilahkan dengan adh-Dharibah  yang jama’nya adalah adh-Dharaib. Ulama–ulama dahulu menyebutnya juga dengan al-Muks.  Di sana ada istilah-istilah lain yang mirip dengan pajak atau adh-dharibah diantaranya adalah:

1/ al-Jizyah, yaitu upeti yang harus dibayarkan ahli kitab kepada pemerintahan Islam.

2/ al-Kharaj, yaitu pajak bumi yang dimiliki oleh Negara.

3/ al-Usyr, yaitu bea cukai bagi para pedagang non muslim yang masuk ke Negara Islam.

 

Pendapat Ulama Tentang Pajak

Kalau kita perhatikan istilah-istilah di atas, kita dapatkan bahwa pajak sebenarnya diwajibkan bagi orang-orang non muslim kepada pemerintahan Islam sebagai bayaran jaminan keamanan. Maka ketika pajak tersebut diwajibkan kepada kaum muslimin, para ulama berbeda pendapat di dalam menyikapinya.

 

Pendapat Pertama: Pajak tidak boleh sama sekali dibebankan kepada kaum muslimin, karena kaum muslimin sudah dibebani kewajiban zakat. Dan ini sesuai dengan hadist yang diriwayatkan dari Fatimah  binti Qais, bahwa dia mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

لَيْسَ فِي الْمَالِ حَقٌّ سِوَى الزَّكَاةِ

"Tidak ada kewajiban dalam harta kecuali zakat." (HR. Ibnu Majah, no 1779. Di dalamnya ada perawi: Abu Hamzah ( Maimun ), menurut Ahmad bin Hanbal dia adalah dha’if hadist, dan menurut Imam Bukhari: dia tidak cerdas).

Apalagi banyak dalil yang mengecam para pengambil pajak yang dzalim dan semena-mena, diantaranya adalah:

Pertama: Hadist Abdullah bin Buraidah dalam kisah seorang wanita Ghamidiyah yang dirajam karena berzina, bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

فَوَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَقَدْ تَابَتْ تَوْبَةً لَوْ تَابَهَا صَاحِبُ مَكْسٍ لَغُفِرَ لَهُ

"Demi dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sesungguhnya perempuan itu telah benar-benar bertaubat, sekiranya taubat (seperti) itu dilakukan oleh seorang penarik pajak, niscaya dosanya akan diampuni." (HR Muslim, no: 3208)
"Demi dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sesungguhnya perempuan itu telah benar-benar bertaubat, sekiranya taubat (seperti) itu dilakukan oleh seorang penarik pajak, niscaya dosanya akan diampuni." HR. Muslim

Kedua: Hadist Uqbah bin ‘Amir, berkata saya mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ صَاحِبُ مَكْسٍ

"Tidak akan masuk surga orang yang mengambil pajak (secara zhalim).“ (HR. Abu Daud, no : 2548, hadist ini dishahihkan oleh Imam al Hakim ).

Dari beberapa dalil di atas, banyak para ulama yang menyamakan pajak yang dibebankan kepada kaum muslim secara dzalim sebagai perbuatan dosa besar, seperti yang dinyatakan Imam Ibnu Hazm di dalam Maratib al Ijma’ hal: 141:

واتفقوا أن المراصد الموضوعة للمغارم على الطرق وعند أبواب المدن وما يؤخذ في الأسواق من المكوس على السلع المجلوبة من المارة والتجار ظلم عظيم وحرام وفسق

 

Dan mereka (para ulama) telah sepakat bahwa para pengawas (penjaga) yang ditugaskan untuk mengambil uang denda (yang wajib dibayar) di atas jalan-jalan, pada pintu-pintu (gerbang) kota, dan apa-apa yang (biasa) dipungut dari pasar-pasar dalam bentuk pajak atas barang-barang yang dibawa oleh orang-orang yang sedang melewatinya maupun (barang-barang yang dibawa) oleh para pedagang (semua itu) termasuk perbuatan zhalim yang teramat besar, (hukumnya) haram dan fasik.” (

Imam Dzahabi di dalam bukunya Al-Kabair, Imam Ibnu Hajar al Haitami di dalam az- Zawajir ‘an Iqtirafi al Kabair, Syekh Sidiq Hasan Khan di dalam ar-Rauda an-Nadiyah,  Syek Syamsul al Haq Abadi di dalam Aun  al-Ma’bud dan lain-lainnya.
. . . banyak para ulama yang menyamakan pajak yang dibebankan kepada kaum muslim secara dzalim sebagai perbuatan dosa besar . . .

 

Pendapat Kedua: membolehan mengambil pajak dari kaum muslimin, jika memang negara sangat membutuhkan dana, dan untuk menerapkan kebijaksanaan inipun harus terpenuhi dahulu beberapa syarat. Diantara ulama yang membolehkan pemerintahan Islam mengambil pajak dari kaum muslimin adalah Imam Ghozali, Imam Syatibi dan Imam Ibnu Hazm.

Dan ini sesuai dengan hadist yang diriwayatkan dari Fatimah  binti Qais juga, bahwa dia mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

إِنَّ فِي الْمَالِ لَحَقًّا سِوَى الزَّكَاةِ

"Sesungguhnya pada harta ada kewajiban/hak (untuk dikeluarkan) selain zakat." (HR Tirmidzi, no: 595 dan Darimi, no  : 1581, di dalamnya ada rawi: Abu Hamzah (Maimun), menurut Ahmad bin Hanbal dia adalah dha’if hadist, dan menurut Imam Bukhari: dia tidak cerdas)

 

Syarat-syarat Pemungutan Pajak

Para ulama yang membolehkan Pemerintahan Islam  memungut pajak dari umat Islam, meletakkan beberapa syarat yang harus dipenuhi terlebih dahulu, diantaranya adalah sebagai berikut:

 

Pertama: Negara benar-benar sangat membutuhkan dana untuk keperluan dan maslahat umum, seperti pembelian alat-alat perang untuk menjaga perbatasan Negara yang sedang dirongrong oleh Negara musuh.

Kedua: Tidak ada sumber lain yang bisa diandalkan oleh Negara, baik dari zakat, jizyah, al usyur, kecuali dari pajak.

Ketiga: Harus ada persetujuan dari alim ulama, para cendikiawan dan tokoh masyarakat.

Keempat: Pemungutannya harus adil, yaitu dipungut dari orang-orang kaya saja, dan tidak boleh dipungut dari orang-orang miskin. Distribusinya juga harus adil dan merata, tidak boleh  terfokus pada tempat-tempat tertentu atau untuk kepentingan kampaye saja, apalagi tercemar unsur KKN atau korupsi.

Kelima: Pajak ini sifatnya sementara dan tidak diterapkan secara terus menerus, hanya pada saat tertentu saja, ketika Negara dalam keadaan genting atau ada kebutuhan yang sangat mendesak saja.

Keenam: Harus dihilangkan dulu pendanaan yang berlebih-lebihan dan hanya menghambur-hamburkan uang saja.

Ketujuh: Besarnya pajak harus sesuai dengan kebutuhan yang mendesak pada waktu itu saja.

Sebagian besar syarat-syarat tersebut teringkas dalam peristiwa yang terjadi pada zaman Imam Nawawi. Pada waktu itu terjadi penyerangan besar-besaran pasukan Tartar kepada wilayah-wilayah kaum muslimin, hampir semua wilayah kaum muslimin telah ditaklukan oleh pasukan Tatar.

 

Penguasa Syam waktu itu adalah Sultan Zhahir Baibas. Beliau mengajak para ulama untuk bermusyawarah dalam menghadapi pasukan Tatar, sedang kas yang ada di Baitul Maal tidak mencukupi untuk biaya perang. Akhirnya mereka menetapkan bahwa Negara akan memungut pajak kepada  rakyat, terutama yang kaya untuk membantu biaya perang.

Ternyata Imam Nawawi tidak hadir dalam acara itu, sehingga menimbulkan tanda tanya bagi Sultan itu. Maka akhirnya Imam Nawawi dipanggil. Sultan berkata kepadanya “Berikan tanda tangan anda bersama para ulama lain”. Akan tetapi Imam Nawawi tidak bersedia. Sultan menanyakan kepada Imam Nawawi, “kenapa tuan menolak?”

Imam Nawawi berkata: “Saya mengetahui bahwa Sultan dahulu adalah hamba sahaya dari Amir Banduqdar, Anda tak mempunyai apa–apa, lalu Allah memberikan kekayaan dan dijadikannya raja, saya dengar Anda memiliki seribu orang hamba sahaya. Setiap hamba mempunyai pakaian kebesaran dari emas dan andapun mempunyai 200 orang jariah, setiap jariah mempunyai perhiasan. Apabila anda telah nafkahkan itu semua, dan hamba itu hanya memakai kain wol saja sebagai gantinya, demikian pula para jariah hanya memakai pakaian tanpa perhiasan, maka saya berfatwa boleh memungut biaya dari rakyat.

 

Mendengar pendapat Imam Nawawi ini, Sultan Zhahir pula sangat marah kepadanya dan berkata: “Keluarlah dari negeriku Damaskus”. Imam Nawawi menjawab, “Saya taat dan saya dengar perintah Sultan“. Lalu pergilah ia ke kampung Nawa di daerah Syam.

 

Para ahli fiqh berkata kepada Sultan, “Beliau itu adalah ulama besar, ikutan kami dan sahabat kami.“ Lalu Imam Nawawi diminta kembali ke Damaskus tetapi beliau menolak dan berkata: “Saya tidak akan masuk Damaskus selagi Zhahir ada di sana.” Kemudian setelah satu bulan Sultan pun meninggal.  (Imam Suyuti, Husnu al Muhadharah : 2/ 66-67)

 

Apakah pajak hari ini sesuai dengan Islam?

Apakah pajak hari ini sesuai dengan syarat-syarat yang telah disebutkan ulama atas? maka jawabannya adalah tidak, hal itu dengan beberapa sebab:

1/ Pajak hari ini dikenakan juga pada barang dagangan dan barang-barang  yang menjadi kebutuhan sehari-hari yang secara tidak langsung akan membebani  rakyat kecil.

2/ Hasil pajak hari ini dipergunakan untuk hal-hal yang bukan termasuk kebutuhan darurat, malahan digunakan untuk membiayai tempat-tempat maksiat dan rekreasi, pengembangan budaya yang tidak sesuai dengan ajaran Islam, dan sejenisnya. Bahkan yang lebih ironisnya lagi sebagian besar pajak yang diambil dari rakyat itu hanya untuk dihambur-hamburkan saja, seperti untuk pembiayaan pemilu, pilkada, renovasi rumah DPR, pembelian mobil mewah untuk anggota dewan dan pejabat, dan lain-lainnya.

3/ Pajak hari ini diwajibkan terus menerus secara mutlak dan tidak terbatas.

4/ Pajak hari ini diwajibkan kepada rakyat, padahal zakat sendiri belum diterapkan secara serius.

5/ Pajak yang diwajibkan hari ini belum dimusyawarahkan dengan para ulama dan tokoh masyarakat.

6/ Pajak hari ini diwajibkan kepada rakyat kecil, padahal sumber-sumber pendapatan negara yang lain masih banyak, seperti kekayaan alam tidak diolah dengan baik, bahkan malah diberikan kepada perusahan asing, yang sebenarnya kalau dikelola dengan baik, akan bisa mencukupi kebutuhan Negara dan rakyat.
Kesimpulan: Pajak hari tidak sesuai dengan Islam

 

Perbedaan antara Zakat dan Pajak

Banyak kalangan yang menyamakan secara mutlak antara zakat dan pajak, padahal sebenarnya antara keduanya terdapat perbedaan yang sangat menyolok, diantara perbedaan tersebut adalah sebagai berikut:

Pertama: (dari sisi nama), zakat berarti: bersih, tumbuh, berkembang, dan berkah. Sedang pajak berarti:  beban atau upeti yang harus dibayarkan.

Kedua: (dari sisi dasar hukum), zakat ditetapkan berdasarkan ayat-ayat Al Qur'an dan hadist-hadits Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam yang bersifat tegas dan qath'i. Orang yang menolak untuk membayarkannya secara sengaja, wajib diperangi dan sebagian ulama menghukuminya dengan kafir. Sedangkan pajak, ketetapannya bersifat ijtihad para ulama atau bahkan hanya keputusan dari para pejabat untuk kepentingan negara atau untuk kepentingan mereka sendiri.

Ketiga: (dari sisi waktu), zakat berlaku sepanjang masa sampai hari kiamat, sehingga kewajibannya bersifat tetap dan terus-menerus. Sedangkan pajak, ketetapannya bersifat sementara, tergantung kepada kebutuhan negara.

Keempat: (dari sisi obyek dan pemanfaatan), zakat kadarnya baku dan tetap berdasarkan hadist-hadist shahih, dan obyeknya-pun tertentu, tidak semua barang wajib dizakati, serta pemanfaatan dan  penggunaannya tidak boleh keluar dari delapan golongan yang ditetapkan di dalam QS At-Taubah: 60. Sedangkan pajak, kadar dan aturan pemungutannya sangat tergantung kepada aturan yang ditetapkan oleh Negara. Hasil pajakpun bisa digunakan pada seluruh sektor kehidupan ini, bahkan pada hal-hal yang sama sekali tidak ada kaitannya dengan kepentingan umum.

 

(PurWD/vo-islam.com/ahmadzain.com)

 

Oleh DR. Ahmad Zain An-Najah, M.A

Doktor dari AlAzhar Pajak Hari Ini Bertentangan dengan Islam

 

 

http://www.stisitelkom.ac.id

http://hilfan.blog.stisitelkom.ac.id