Kamis, 16 Februari 2012

Ridzki Setelah Nikah

Ridzki Setelah Nikah





Ridzki adalah salah satu faktor yang paling banyak menjadi polemik, sebelum maupun setelah pernikahan. Faktor ridzki ini tak henti-hentinya menjadi pokok bahasan dalam, menjelang dan disaat kita mengarungi pernikahan. Waktu lamaran atau khitbah misalnya, kerap kali seorang pria ditanyai calon mertua dengan pertanyaan : sudah kerja atau belum ? kerja di mana ?, semata-mata karena kerja ada kaitannya dengan ridzki, dalam pengertian : ridzki material untuk menghidupi keluarga (suami, istri dan anak).

 

Mengenai jumlah material yang bakal didapat seseorang ketika dia telah menikahpun masih banyak perbedaan pendapat. Ada yang berkata : ridzki material seseorang yang menikah akan berkurang, mengingat jatah dirinya harus dibagi tiga- untuk diri, pasangan dan untuk anak-anaknya. Ada yang berkata : ridzki material seseorang yang menikah akan bertambah, mengingat ridzki dari diri, pasangan dan anak semuanya berkumpul dalam wadah yang bernama keluarga.

 

Pendapat kedua yang lebih optimistik ini berpangkal dari asumsi, masing-masing orang sudah dikaruniai ridzki dari Allah, sehingga ridzki itu berkumpul dalam suatu wadah, yaitu keluarga. Tambah optimis mereka yang memegang prinsip kedua ini, ketika pasangan suami-istri dikaruniai kelahiran seorang anak. Sudah ada ridzki suami, ridzki istri, ditambah lagi ridzkinya seorang anak. �Banyak anak banyak ridzki,� bisa berlaku pula teratas mereka yang percaya dengan prinsip yang disebut ke-2 ini.

 

Bila diminta memihak, maka penulis tentu akan berpihak pada pendapat ke-2, kendati secara logika pendapat pertama tidak sama sekali salah. Pendapat pertama bisa menjadi suatu kebenaran, dengan syarat : pencari nafkah tidak optimal dalam ikhtiar, sedang penerima nafkah tidak mampu mengalokasikan pendapatan secara hemat dan benar. Atau jangan-jangan, pihak yang bertanggungjawab mencari nafkah belum atau tidak mampu mencari nafkah, bagi pemenuhan kebutuhan dan stabilitas ekonomi keluarganya.

 

Optimisme yang mengemuka dalam pendapat pertama bisa juga menjadi buyar, ketika optimisme tidak didukung oleh maksimalisasi potensi ikhtiar, serta azas penghematan dalam pengelolaan anggaran keluarga. Pameo �banyak anak banyak ridzki� bisa tidak berlaku lagi, berganti dengan pameo : �banyak anak banyak beban.� Hemat penulis, fenomena inilah yang banyak terjadi di negara ini.

 

Dengan faktor penyebab yang ditengarai : pernikahan dini, entah karena �married by accident� atau dalih ingin lekas menunaikan perintah agama, tanpa mengukur kemampuan dalam pemenuhan kebutuhan ekonomi pasca pernikahan. Itulah sebabnya, untuk mencegah hal tersebut, Ibrahim Amini, seorang cendekiawan Islam meletakkan pekerjaan tetap atau stabil sebagai syarat bagi laki-laki, yang berniat menyunting seorang wanita.

 

KH Miftah Faridl, salah seorang ulama terkemuka Jawa Barat juga mendukung pendapat kedua, yang menganggap bahwa pernikahan adalah pembuka pintu ridzki. Membaca uraian beliau dalam buku 150 Masalah Nikah & Keluarga bisa diinsyafi bahwa, kalau seseorang menikah maka dia akan memperoleh ridzki untuk dirinya dan untuk teman hidupnya. Dengan menikah diharapkan, ridzki bertambah dengan salah satu sebab, penyaluran pembiayaan hidup yang lebih baik, dan pengelolaan pembiayaan hidup diatas azas penghematan.

 

Pendapat beliau menjawab pertanyaan penulis tentang : mengapa seorang kawan yang masih membujang dan bekerja di perusahaan mentereng, sering mengeluh kekurangan uang. Partner yang handal dalam mengelola ridzki tak pelak menjadi pertimbangan penting, yang harus dipikirkan seseorang ketika ia memilih pasangan hidup. Kurang-cukupnya ridzki dalam sebuah keluarga akhirnya tidak ditentukan oleh jumlah material, melainkan ditentukan oleh kehandalan dan kemampuan manajerial pasangan pernikahan dalam mengatur cash flow rumahtangga.

 

*Kolumnis artikel Islam. Tulisannya dimuat di Republika, Islam Online, Mutmainna dan majalah Hareetz (Qatar)



Ridzki Setelah Nikah

 

 

http://www.stisitelkom.ac.id

http://hilfan.blog.stisitelkom.ac.id

Setting ClearOS untuk warnet yang menggunakan Microsoft Windows

Setting ClearOS untuk warnet yang menggunakan Microsoft Windows

 

Disadari atau tidak bagi para warnet yang menggunakan mikocok sebagai client maka OS tersebut akan menggunakan sebagian kecil bandwidth untuk berhubungan dengan pembuat OSnya, settingan berikut berguna bagi warnet mikocok yang "fakir bandwidth"... untuk server COS

 

 

 



 

 

Namun masih ada kelemahan pada saat update masih bisa download file

 

 

 



 

 

Kalau ada yang tahu mengenai pemecahan masalah ini, sharing donk.....

 



  • Hendra Lin langsung blok domainnya microsoft.com
    hajar habis dari root domain hehehhe....... :)
    November 3, 2010 at 12:21pm ·





  • Hilfan Soeltansyahnah tu setting nya dimana?
    November 3, 2010 at 1:59pm ·





  • Hendra Lin di settingan spt diatas....
    lsng microsoft.com mgk gak perlu pakai "www"Bisa juga microsoft update menggunakan port tertentu...
    November 3, 2010 at 2:04pm ·





  • Hilfan Soeltansyahiya microsoft update memang menggunakan port tertentu, bagaimana kita mengetahui port berapa yang digunakan?
    November 4, 2010 at 1:46am ·





  • Hendra Lin mgk bisa dicoba pada komputer yg melakukan update
    ke Command Prompt/MS-DOS
    ketik netstat -auntuk melihat koneksi komputer kita... :)




 

 

http://www.stisitelkom.ac.id

http://hilfan.blog.stisitelkom.ac.id

Surat terbuka kepada para pendidik bidang TI Indonesia ( by I Made Wiryana )

Surat terbuka kepada para pendidik bidang TI Indonesia ( by I Made Wiryana )


Rekan-rekan pengajar yang saya hormati, tanpa terasa teknologi informasi (TI) telah masuk ke dalam kehidupan sehari-hari. Internet, spreadsheet, wordprocessor, database telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Tidak hanya bagi mereka yang berkecimpung dalam bidang komputer, teknik, perbankan atau sains, tapi juga telah melebar ke bidang lainnya. Komputer dan teknologi informasi telah sampai pada taraf pervasif, yang telah begitu menjadi satu dalam proses belajar dan mengajar sehari-hari. Dari menulis laporan, perangkat analisis, hingga ke pelaksanaan percobaan Sebagai pengajar, selama ini kita telah berusaha sekuat tenaga untuk sedapat mungkin mengajarkan teknologi ini kepada anak didik kita, baik dari segi teoritis maupun aplikasinya. Perkembangan teknologi yang cepat ini tanpa terasa telah memojokkan kita untuk mengajarkan produk teknologi informasi ini secara cepat-kilat dan terkadang cenderung potong kompas. Dorongan untuk mengikuti perubahan teknologi ini menjadikan kita cenderung memberikan pengetahuan dengan bersandar pada aplikasi-aplikasi yang populer belaka. Popularitas suatu perangkat lunak yang sering kali dibentuk oleh strategi dan proses marketing yang jitu, sering menjadi dasar pemilihan perangkat lunak pendukung materi pengajaran. Kita kurang melihat pada kesesuaian perangkat lunak terhadap materi pengajaran, juga sering kita mengabaikan dasar teknologi yang melandasinya. Bahkan terkadang kita melupakan tujuan dari pendidikan itu sendiri. Secara sadar atau tidak sadar dan sengaja atau tidak sengaja, demi mengatas-namakan mengejar ketinggalan teknologi, kita telah mengabaikan etika yang seharusnya kita junjung tinggi dalam lingkungan akademis ini. Tanpa sadar kita mengajarkan pengetahuan teknologi informasi ini dengan mengabaikan hak cipta si pembuat perangkat lunak. Sebagian besar perangkat lunak yang kita gunakan adalah “bajakan” (sengaja saya beri tanda kutip, karena secara hukum tidak bisa dikatakan bajakan karena banyak institusi telah membeli satu lisensi perangkat lunak, tapi secara etis adalah bajakan karena banyak mahasiswa yang mengkopinya secara sadar). Tanpa sadar secara perlahan kita memberikan justifikasi keabsahan penggunaan perangkat komersial bajakan. Hal ini disebabkan proses pengkopian tersebut dilakukan terhadap program komersial, bukan ke suatu program yang bersifat Open Source. Memang kita bisa beralasan dengan menyatakan bahwa situasi pada saat itulah yang mendorong dan memaksa kita melakukan hal itu. Keterbatasan arus informasi menjadikan seakan-akan kita tidak memiliki pilihan lain yang lebih aplikabel. Harga perangkat lunak yang mahal serta lajunya perubahan perangkat lunak dan trend yang ada. Itikad baik kita untuk mengajarkan pada para mahasiswa aplikasi yang terbaru demi mempersiapkan mereka terjun ke lapangan pekerjaan juga mendorong kita untuk melakukannya. Sekarang adalah saat yang tepat untuk kita renungkan satu per satu. Apakah ada langkah alternatif lainnya yang mencegah kita melakukan pilihan yang sama ? Situasi perekenomian yang sulit dan perkembangan teknologi informasi yang cepat mengharuskan kita memikirkan dengan lebih jernih, seksama, strategis dan taktis, tanpa mengabaikan etika yang ada. Mungkin sekitar 1993-an kita masih bisa berlindung di balik alasan ketersediaan perangkat lunak yang minim di Indonesia. Jangankan program Open Source yang gratis, pilihan program komersial yang tersedi sangat terbatas sekali. Free Software Foundation, Linux, FreeBSD, GNU masihlah sangat jarang terdengar dan gaungnya nyaris tak terdengar di Indonesia. Pada saat ini, hampirs setiap majalah komputer dan bisnis telah membahas Linux dan trend Open Source ini (majalah komputer dan bisnis di Indonesia yang masih jarang sekali memasukkannya ke dalam bahasannya, mungkin hanya Elektro, dan Infokomputer yang pernah sekilas membahasnya). Walau begitu gaungnya tetap belum terdengar keras di Indonesia. Terbukanya arus informasi via Internet seharusnya menjadikan kita menoleh kepada pilihan yang ini. Tetapi sepertinya kita kembali menjadi penonton yang ketinggalan jaman lagi seperti yang sudah-sudah. Haruskah kita mengulangi kesalahan yang sama ini? Semua itu berpulang pada kita sebagai pengajar. Akankah kita tetap mengajarkan teknologi informasi kepada para anak didik kita, dengan menggunakan perangkat lunak “bajakan” atau komersial yang mahal, atau memilih menggunakan perangkat lunak Open Source, yang murah atau bahkan gratis. yang tersedia source code, yang memungkinkan untuk dianalisis, dan dikembangkan sesuai dengan kebutuhan kita ? Mari kita lihat kekurang-tepatan apa lagi yang telah kita lakukan selama ini tanpa sengaja. Dengan hanya mempelajari perangkat lunak yang “jadi dan tertutup” bahkan yang “legalitasnya dipertanyakan”, kita menempatkan anak didik kita berada pada posisi benar-benar sebagai end-user. Mereka siap menjadi seorang konsumer yang selalu hanya bisa menerima perubahan perangkat lunak dan selalu mengikuti popularitas model. Penyakit “up-grade syndrom” makin melanda kepada konsumer teknologi informasi. Bukannya sebagai pengguna yang bijaksana memilih perangkat lunak atau pengembang perangkat lunak. Sehingga mereka harus selalu belajar hal yang baru setiap kali terjadi perubahan versi perangkat lunak yang baru. Ini merepotkan juga bagi kita para pengajar dan juga mereka yang mempelajarinya. Selain itu setelah mereka selesai mempelajari suatu penggunaan perangkat lunak, perangkat lunak tersebut telah menjadi “out of date”. Oleh karena itu kita harus “back to basic” kita harus menggunakan perangkat lunak yang memiliki perkembangan yang konsisten dan bersifat evolusi. Dengan kata lain si siswa dapat melihat bahwa si perangkat lunak itu memang terbentuk dari perangkat lunak yang ada sebelumnya, sehingga apa yang telah dipelajari sebelumnya menjadi tidak sia-sia. Di samping itu, perangkat lunak yang kita gunakan untuk mengajarkan teknologi informasi seharusnya mampu memberikan landasan pengetahuan yang baik. Sehingga mendorong anak didik kita dapat lebih bijaksana dan tepat dalam memanfaatkan teknologi informasi. Dari sisi etika pun, kita telah mengajarkan sesuatu yang kurang tepat. Memang secara hukum kita pada saat itu tidak bisa dibilang salah karena Indonesia belum terikat Konvensi Wina. Tetapi secara etis hal tersebut tidak bisa dibenarkan. Mari kita renungkan bersama kembali, etis kah kita melakukan peng-kopian suatu perangkat lunak komersial ? Secara perlahan, kebiasaan menggunakan aplikasi komersial yang tertutup itu menjadikan para anak didik kurang memiliki intuisi sebagai developer. Mereka hanya benar-benar sebagai pengguna suatu kotak hitam yang bernama program aplikasi. Daripada mengembangkan aplikasi yang sesuai kebutuhan mereka, mereka cenderung untuk mengcopy program yang telah ada. Hal ini terbawa terus ketika mereka masuk dalam lingkungan kerja. Sehingga ketika mereka bekerja, mereka menjadi “big spender” yaitu cenderung membeli program jadi komersial. Secara tidak sengaja, mereka menambah beban perekonomian nasional. Di era reformasi ini, tampaknya kita juga harus mereformasi cara pandang kita terhadap penggunaan perangkat lunak. Kebiasaan menggunakan perangkat lunak jadi telah menjadikan suatu ketergantungan terhadap suatu produk jadi. Bukankah menggunakan perangkat lunak ilegal adalah salah satu bentuk “korupsi” pula ? Haruskah kita membiarkan para mahasiswa kita berteriak anti korupsi tapi di saat yang sama melakukan korupsi pula dengan cara menggunakan perangkat lunak bajakan ? Haruskah kita membiarkan mereka terjebak ke dalam situasi ini, hanya karena kebiasaan dan ketidak-perdulian ? Rekan-rekan pengajar, kesempatan menjadi “trend setter” kini berada pada kita, pilihan terbuka di depan mata. Haruskah kita mengulangi kesalahan yang pernah kita lakukan di hari-hari yang lalu. Hanya sekedar menjadi pengekor yang mengikuti keinginan pasar. Sekarang adalah saat yang tepat untuk menunjukkan kemampuan kita. Saat yang tepat untuk membentuk pasar yang siap diantisipasi oleh para mahasiswa kita nantinya. Saat yang tepat untuk mengembangkan kemampuan tenaga teknologi informasi lokal, dan saat yang tepat untuk menangguk devisa negara melalui teknologi informasi. Open Source ini membuka kesempatan kepada kita dan para mahasiswa untuk menjadi pembuat perangkat lunak, atau menyediakan jasa yang berkaitan dengan teknologi informasi. Solusi-solusi lokal akan dapat diwujudkan, Value Added Reseller menjadi lebih terbuka. Internet menjadikan semua jaringan relatif terikat menjadi satu. Kemampuan tenaga TI lokal akan memungkinkan terbukanya kesempatan kerja di manca negara. India dan China telah menjadi penyedia tenaga kerja TI yang cukup sukses. Haruskah kita tertinggal kembali ? Dengan trend Open Source ini kita para pengajar dapat secara aktif membantu para mahasisswa. Kita dapat aktif membantu membuat dokumen pembantu, misal HOW-TO, Frequently Asked Question (FAQ) atau manual. Juga secara aktif kita dapat menyebarkan pengetahuan tentang program Open Source, seperti LINUX dan lainnya melalui kesempatan di kelas ataupun kegiatan akademis dan non akademis lainnya. Bahkan bila perlu kita dapat melaksanaan kuliah umum, seminar ataupun pameran untuk memperkenalkan Open Source ini kepada para mahasiswa kita. Ketersediaan beragam aplikasi dalam lingkungan OpenSource, yang memungkinkan pula untuk kita gunakan dalam proses belajar-mengajar, tidak hanya dalam mata kuliah komputer, tapi juga mata kuliah lainnya, seperti biologi, kimia, akuntansi, linguistik, psikologi dan sebagainya. Kita dapat mendorong para mahasiswa untuk tertarik dan terlibat untuk memanfaatkan dan mengembangkan Open Source, dan GNU/Linux ini. Secara perlahan-lahan, para mahasiswa diharapkan nantinya akan berkembang menjadi developer yang handal, yang berfungsi tidak hanya sebagai end-user yang hanya mengerti menggunakan sebuah kotak hitam saja. Mereka yang tidak tertarik bekerja sebagai developer pun dengan kebiasaan memakai program dalam lingkungan Open Source ini akan terbiasa menjaga “etika kerja” dalam pemrograman. Secara tidak sadar kita telah memulai suatu evolusi pola pikir dan pola pandang. Suatu kemajuan akan tercapai secara perlahan. Semua jenis aplikasi yang ada di platform yang biasa kita populer digunakan pada saat ini, tersedia padanannya di lingkungan Open Source. Bahkan beberapa aplikasi yang ada di lingkungan Open Source tidak ada di lingkungan yang kini populer digunakan. Keterbatasan program aplikasi bukanlah suatu alasan yang cocok untuk menghalangi kita menoleh kepada penggunaan program jenis Open Source ini. Semua program Open Source terbuka programnya sehingga membuka kesempatan bagi kita untuk menyesuakian dengan kebutuhan kita. Rasanya kurang pantas dan bahkan terkesan janggal, bila kita sebagai para pengajar bidang teknologi informasi menjadi tertinggal dengan para mahasiswa yang mulai menyukai konsep Open Source seperti Linux dan program GNU lainnya. Bukankah seharusnya kita menjadi tempat bertanya bagi mereka, dan rekan diskusi bagi para mahasiswa kita. Janganlah kita menjadi tertinggal dan hanya bisa menghindar ketika mereka bertanya tentang Linux dan program Open Source lainnya. Trend yang menyegarkan ini sudah mulai melanda para mahasiswa Indonesia, dengan makin digunakannya Internet. Tidak saja bagi para mahasiswa bidang teknologi informasi, bahkan juga bidang-bidang lainnya kini telah mengenal Linux dan GPL nya. Sudah pada tempatnya bila kita juga turut serta aktif mengembangkan trend yang sesuai dengan lingkungan pendidikan ini. Para mahasiswa dan para pengguna Linux lainnya telah membentuk Kelompok Pengguna Linux sebagai ajang saling berdiskusi dan belajar. Bukankah akan sangat baik sekali bila kita turut terjun dalam kegiatan yang menggairahkan ini ? Dukungan para pendidik sangat diharapkan demi kegiatan ini. Akhir kata saya hanya ingin mengajak rekan-rekan sesama pendidik bidang teknologi informasi dan bidang lainnya pula, untuk melihat jalur alternatif ini dalam menyampaikan materi pelajaran yang kita berikan bagi anak didik kita dan dalam membentuk pola pikir para mahasiswa. Sekali lagi mari kita renungkan sebelum kita tentukan langkah di pada masa mendatang dengan tepat. Selamat bertugas, jalan masih panjang. I Made Wiryana mwiryana@rvs.uni-bielefeld.de

Surat terbuka kepada para pendidik bidang TI Indonesia ( by I Made Wiryana )

 

 

http://www.stisitelkom.ac.id

http://hilfan.blog.stisitelkom.ac.id

Tips Memilih Hosting

Tips Memilih Hosting





Tips Memilih Hosting

 

Memilih web hosting sepintas memang mudah, tentunya anda harus hati-hati dalam memilih provider web hosting.

Banyak web hosting yang menawarkan fasilitas nyaris tidak terbatas dan harga yang amat murah bahkan sampai ratusan Gigabyte space, sesungguhnya hal ini tidak baik bagi situs anda karena ada keterbatasan dikarenakan infrastruktur server dan jaringan data center itu sendiri, server yang diisi dengan banyak situs yang bertraffic tinggi akan mengakibatkan beban server meningkat, akibatnya situs anda sulit sekali diakses atau sering down.



Tips Memilih Hosting

 

 

http://www.stisitelkom.ac.id

http://hilfan.blog.stisitelkom.ac.id

Strategi Marketing

Strategi Marketing





ada 5 strategi terkait market:

- low cost strategic,

- operation excellence strategic,

- lock in strategic,

- custumer intimation strategic,

- product leadership.

 

setiap strategi untuk market yg berbeda. kalau harga jadi sensitif, maka yg diterapkan low cost strategic...........

 

contohnya: bus way di jkt, operation excellence contohnya: taxi blue bird, lock in strategic contohnya: produk otomotif, customer intimation contohnya: hotel bintang 5, product leadership contohnya: microsoft, nokia.



Strategi Marketing

 

 

http://www.stisitelkom.ac.id

http://hilfan.blog.stisitelkom.ac.id

Pengambilan Nama dan artinya Davian Sammy Alfarizqi bin Hilfan Soeltansyah

Pengambilan Nama dan artinya Davian Sammy Alfarizqi bin Hilfan Soeltansyah


Davian Sammy Alfarizki lahir di bulan November tahun 2010 tanggal 11, jam 15:22 di Rumah Bersalin Harapan Bunda Margahayu Raya, atas bantuan Bidan dan kehendak Allah SWT.

 

Allah hendak memuliakan Wira Widya Pratamaningtiyas (ibunda dari Davian Sammy Alfarizqi dan istri dari hilfan Soeltansyah) dengan memberi cobaan pecah ketuban pada jam 03:30 dini hari, dan memberinya mulas bukaan 1 hingga jam 10:30.

 

Allah hendak menghapus dosa-dosa Wira Widya Pratamaningtiyas dengan memberinya perasaan sakitnya mulas yang hebat setelah diberi induksi dari jam 10:30 hingga jam 14:00 baru terjadi bukaan 4.

 

Allah hendak memberi cobaan sabar kepada Wira Widya Pratamaningtiyas setelah jam 14:30 belum ada tanda-tanda bukaan lubang lahir bertambah (masih 4), alhamdulillah Wira Widya Pratamaningtiyas masih optimis bisa lahir normal (tidak berputus asa untuk caesar) dan ikhlas menerima apapun yang bakal terjadi, sehingga jam 14:30 selanjutnya bukaan bertambah diiringi kontraksi yang dahsyat...

 

Dan akhirnya Allah memberikan hadiah Bahwa Surga ditelapak kaki Ibu Wira Widya Pratamaningtiyas atas putera yang dilahirkannya.

 

 

Nama ini diperoleh setelah 4 hari kelahiran anakku.

 

 

Davian

 

Davian : Pemimpin yang adli

 

 

Sammy

 

Sammy : Penuh Kasih Sayang

 

 

Alfarizqi

 

Alfarizqi : Dilimpahkan dalam Rezeki

 

 

 

Arti secara kalimat: Pemimpin yang adil dan penuh kasih sayang yang dilimpahkan rezeki.

 

Harapan dan doa bagi anakku Davia Sammy Alfarizqi bin Hilfan Soeltansyah

 

" Ya Allah, semoga  anakku bisa menjadi pemimpin agama Islam yang dapat menegakkan agama Islam dengan Adil (Sesuai Alquran dan Sunnah) dan penuh kasih sayang dalam mengajarkan dan menyebarkannya, semoga dia selalu dilimpahkan rezeki dalam menjalani kehidupannya, agar dia bisa fokus membela agama Allah."

 

Amin ya Allah, kabulkanlah doaku.....

Pengambilan Nama dan artinya Davian Sammy Alfarizqi bin Hilfan Soeltansyah

 

 

http://www.stisitelkom.ac.id

http://hilfan.blog.stisitelkom.ac.id

Kenali Gaya Kerja Anda

Kenali Gaya Kerja Anda


Oleh: AnneAhira.com Content Team

 

Di tempat kerja, hubungan dengan lingkungan sedikit banyak berpengaruh terhadap prestasi kerja. Hubungan dengan lingkungan dipengaruhi dengan bagaimana bentuk interaksi ketika menyelesaikan pekerjaan, maupun hal yang terkait dengan persoalan di luar pekerja.

Bentuk interaksi ketika menyelesaikan pekerjaan dengan atasan, rekan kerja maupun bawahan dikenal dengan istilah gaya kerja.

 

Gaya kerja dibedakan menjadi 5 tipe yaitu commanding, marginal, indifferent, humanistic dan enlighting.

Seseorang dapat mengetahui kecenderungan gaya kerja yang dominan melalui kuesioner sebagai alat ukur. Dengan mengetahui gaya kerja, seseorang dapat menggunakan kelebihan dan memperbaiki kelemahan.

Commanding

 

Gaya kerja commanding atau dikenal juga dengan gaya kerja memerintah. Gaya kerja ini berorientasi pada kekuasaan. Hubungan kerja didasarkan pada pola atasan dan bawahan.

Orang dengan gaya kerja ini cenderung merasa benar sendiri. Gaya kerja ini biasanya diperlukan pada saat keadaan kritis yang memerlukan pengambilan keputusan secara cepat.

 

Marginal

Gaya kerja marginal berorientasi pada aturan yang harus dipatuhi dan perintah dari atasan. Orang dengan gaya kerja ini biasanya hanya mengikuti perintah dan tidak kreatif. Gaya kerja ini diperlukan pada tempat kerja yang memerlukan orang tipe hanya do-er atau pelaksana.

 

Indiffirent

Gaya kerja indifferent atau masa bodoh hanya berorientasi pada tugas sendiri. Seseorang dengan gaya kerja dominan indifferent hanya fokus untuk menyelesaikan kewajibannya tanpa peduli pada keadaan sistem secara keseluruhan.

Gaya kerja ini akan tepat diterapkan pada tempat kerja dengan tipikal pekerjaan tak saling bergantung satu dengan lainnya.

 

Humanistic

Gaya kerja humanistic adalah gaya kerja yang berorientasi pada perasaan. Seseorang dengan gaya kerja ini cenderung untuk menghindari keributan di tempat kerja akibat konflik. Berbeda pendapat adalah sesuatu yang sangat dihindarkan.

Kekurangan dari gaya kerja ini adalah tidak bisanya diambil keputusan secara tegas, apalagi bila waktunya mendesak. Sedangkan kelebihannya adalah membina hubungan yang baik dan kekompakan personil di tempat kerja.

 

Enlighting

Gaya kerja enlighting merupakan gaya kerja yang dipandang paling ideal untuk diterapkan secara umum. Gaya kerja ini berorientasi pada prestasi atau keberhasilan bersama.

Kelebihan gaya kerja ini pada diskusi, proses sharing ide, evaluasi bersama, dan teamwork yang kuat. Gaya kerja ini akan sesuai dengan tipikal pekerjaan yang melibatkan banyak personil dengan peranan sejajar.

Penerapan gaya kerja sangat ditentukan juga oleh tempat kerja dan tipikal pekerjaan. Tidak ada gaya kerja yang paling baik, tetapi hanya ada gaya kerja yang paling sesuai.

Kenali Gaya Kerja Anda

 

 

http://www.stisitelkom.ac.id

http://hilfan.blog.stisitelkom.ac.id